Jakarta - Tidak ada band di negeri tercinta ini yang
bermusik melampui batasan musik itu sendiri. Eksistensi Slank bukan lagi
sekadar grup musik, melainkan sudah berkembang sebagai sebuah ideologi.
Militansi di kalangan Slankers, sebutan untuk fans setia Slank, sudah
mengarah kepada hal yang menakutkan. Perhatikan kejadian ini: ketika
Bimbim bermaksud membubarkan Slank akibat hengkangnya Bongky, Indra dan
Pay, seorang Slankers mengirimkan sepucuk surat yang ditulis dengan
tetesan darah. Isinya menyeramkan, dia bersumpah akan membunuh Bimbim
jika drummer tersebut sungguh-sungguh melaksanakan niatnya. Adalah Abdee
Negara (gitar), Ridho Hafiedz (gitar) dan Ivanka (bas) yang kemudian
mengisi kekosongan sehingga Slank tetap tegak hingga hari ini. Mereka
juga tetap bermusik dengan gaya slengean meski tema yang diangkat
tergolong serius, seperti "Politikus Jalanan" yang bikin heboh itu. Cikal bakal Slank adalah Cikini Stones Complex. Embel-embel 'Stones' karena mayoritas pemainnya memang penggemar berat The Rolling Stones. Sejak berganti nama menjadi Slank, band ini telah mengalami bongkar pasang pemain 14 kali. Dari markas mereka di jalan Potlot, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, lahir sejumlah nama seperti Imanez, Oppie Andaresta, Dimaz Djayadiningrat (clip maker), band Kidnap Katrina, Traxap dan banyak lagi. Akan tetapi di sana tak hanya menjadi ajang lalu lintas musisi, juga narkotik. Keterlibatan para personilnya dengan serbuk haram tersebut nyaris membuat Slank kehilangan arah.
Sementara itu PT Pulau Biru Indonesia, perusahaan keluarga yang juga membawahi management Slank, terus berbenah diri. Menurut catatan resmi, Slank Fans Club (SFC) tersebar di 89 kota Indonesia, termasuk Malaysia. Jumlah pengikutnya yang terus menggelembung menyebabkan Slank menjadi incaran beberapa partai politik. Sejauh ini mereka tetap berhasil mempertahankan tekadnya untuk berdiri di semua golongan. DMR



